GW MO KHILAFAH, LO MO APA ?! Hare Gene Demokrasi? Gile aja lo bro !! Demokrasi ? nggak deh ..!! Demokrasi= basi !! tau galo ?? Demokrasi itu belenggu, kawan Cuma dua solusi : Syariah dan Khilafah. Yoi Ga Choy !!?

Rabu, 20 Juli 2011

Pancasila, SOFENIR Kepentingan Penguasa...

Kalau tidak boleh bawa-bawa isu SYARIAH dan KHIAFAH dalam kehidupan PT. INDONESIA ini, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah menghapus sila pertama Pancasila. Kedua, menghapus kalimat “Atas berkat Rahmat Allah” pada Preambule UUD 1945. Dan ketiga, menghapus pasal 29 UUD 1945.

Tapi justru Pancasila dan UUD 45 yang dijadikan dalih untuk menolak masuknya isu agama. Membawa agama ke dalam politik memang haram menurut sekulerisme, karenanya kita sering mendengar, “negara kita kan negara Pancasila, bukan negara Islam” ?
Nah, pernah tidak kita bertanya pada mereka : SILA mana yang menunjukkan bahwa Pancasila berpihak pada sekulerisme dan pluralisme yang mereka bela itu? Dari sila pertama hingga ke sila ke lima, tidak ada satu pun yang menunjukkan bahwa sekulerisme dan pluralisme menjadi agama resmi negara. Yang ada, kata pertama dalam Pancasila adalah Ketuhanan. Bayangkan, kita bernegara dimulai dari kata Ketuhanan.
Memang bisa saja ini takwil dari kaum sekuler bahwa sila pertama berarti ‘semua Tuhan’ diakui hidup di Indonesia, dan inilah keimanan pluralisme (yang memiliki doktrin bahwa semua agama sama). Tapi kalau ketuhanan yang dimaksud adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, masih bisa menakwil? Tidakkah Maha Esa itu berarti monoteisme? Dan monoteisme dalam bahasa Arab adalah Tauhid. Dan bukankah Tauhid hanya ada dalam Islam?

Sebagian dari dasar negara ini secara implisit meniscayakan agama sebagai dasar negara, seperti sila satu Pancasila. Namun, di sisi lain, justru dijadikannya Pancasila, sebagai penolakan mereka terhadap syariat islam dan khilafah, Itulah kenapa kaum sekuler dan mereka yang menolak Syariat lebih senang kalau menjadikan Pancasila sebagai ‘senjata’. [menghargai nenek moyang lah, dasar negara sudah final lah, pancasila harga matilah] disisi lain mereka menyatakan [PT.indonesia ini tidak pantas bawa-2 agama, apalagi syariat dan khilafah]. Jika fungsi atau butir-butir pancasila [ketuhanan yang maha esa] mereka tidak menghargainya, lantas kenapa kita masih membanggakan PANCASILA??

Ahh...!! ternyata PANCASILA HANYALAH SOFENIR yang di pajang dididnding rumah, sekolah dan kantor. Apakah pantas disebut sebagai dasar negara jika pancasila hanya sebagai alat kepentingan KEKUASAAN para KORPORASI?

Mereka LUPA bahwa Ibadah yang tertinggi menurut Islam adalah menegakkan Syariat Allah di muka bumi. Dengan demikian, apakah yang saya lakukan selama ini,–mengupayakan tegaknya syari’at Islam di Indonesia—bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan penduduk untuk menjalankan ibadah?”

Jadi barangkali kita harus bertanya pada Bapak-bapak Founding Fathers yang dulu menyusun Pancasila, apa sebenarnya maksud dari sila pertama itu. Kerja keras dari tokoh-tokoh Islam untuk menjadikan faktor Ketuhanan sebagai dasar negara [padahal di awalnya Soekarno hanya menyusun tiga sila yang tidak ada satu pun kata Ketuhanan] adalah bukti sejarah tentang upaya panjang mengembalikan negeri ini ke pangkuan Islam, setelah dijajah selama setengah milenium.

Hingga pada 1 Juni itu, lahirlah Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya. Lalu UUD 45 memuat kata “atas berkat Rahmat Allah…”.

Nah, jika ada orang-orang [siapapun dia], melarang tegaknya syariah dan khilafah, maka kita gugat orang-orang BLO’ON ini, karena telah melanggar sila pertama Pancasila?—Ketuhanan Yang maha esa. Dan telah melanggar UUD 45 “atas berkat Rahmat Allah…”.

LUCU, dalam UUD 45 mengunakan “atas berkat Rahmat Allah” tapi tidak mengunakan aturan dari ALLAH swt....

Akhirnya, kalau diteruskan, dan kalau kita cukup ‘tega’, negara PT. INDONESIA ini pun bisa digugat jika tidak mau menerapkan Syariah secara kaaffah [yang merupakan ibadah tertinggi].

Kenapa?

Saya akan jawab “ Jika PT. INDONESIA tidak menerapkan SYARIAT DAN KHILAFAH. Maka sungguh NEGRI ini telah melanggar UUD 1945 “atas berkat Rahmat Allah” dan Telah melanggar SILA PERTAMA “Ketuhanan yang maha esa” apakah PT. INDONESIA ini bisa dituntut?

Nah lho!


Selamat BERFIKIR, sekian dan wassalamualaikum.wr.wr....
SYABAB REVALATIONS
Read more >>

Akar Pemikiran Liberal

Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.

Ideologi Barat itu juga dapat dinamai dengan istilah kapitalisme atau demokrasi. Jika istilah kapitalisme lebih digunakan untuk menamai sistem ekonominya, istilah demokrasi sering digunakan untuk menamai sistem politik atau pemerintahannya. (Ebenstein & Fogelman, 1994:183). Namun monopoli istilah demokrasi untuk ideologi Barat ini sebenarnya kurang tepat, karena demokrasi juga diserukan oleh ideologi sosialisme-komunisme dengan nama “demokrasi rakyat”, yakni bentuk khusus demokrasi yang menjalankan fungsi diktatur proletar. (Budiardjo, 1992:89).

Walhasil, ideologi Barat memang mempunyai banyak nama, bergantung pada sudut pandang yang digunakan. Namun, yang lebih penting adalah memahami akar pemikiran liberal yang menjadi pondasi bagi seluruh struktur bangunan ideologi Barat.

Menurut Ahmad Al-Qashash dalam kitabnya Usus Al-Nahdhah Al-Rasyidah (1995:31) akar ideologi Barat adalah ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), yang pada gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara. Sekularisme inilah yang menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dalam ideologi Barat. Berbagai bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik, ekonomi, ataupun agama, semuanya berakar pada ide dasar yang sama, yaitu sekularisme (fashl al-din ‘an al-hayah).

Sejarah Pemikiran Liberal
Pemikiran liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang Kristen. Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu kejahatan. (Idris, 1991:74). Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan.” (Matius, 22:21).

Namun kondisi tersebut berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin (w. 337) mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara (state-religion) bagi Imperium Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan (Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan, khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. (Idris, 1991:75-80; Ulwan, 1996:73).

Abad Pertengahan itu ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin Luther (w. 1546), Zwingly (w. 1531), dan John Calvin (w. 1564). Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli (w. 1528) dan Michael Montaigne (w. 1592), yang menentang dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.

Selanjutnya pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (w. 1755), Voltaire (w. 1778), dan Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik. (Qashash, 1995:30-31). Sejak itulah lahir sekularisme-liberalisme yang menjadi dasar bagi seluruh konsep ideologi dan peradaban Barat.

Sejarah Masuknya Pemikiran Liberal di Indonesia
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. (Suminto, 1986:27).

Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah : (1) dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam. (Suminto, 1986:12).

Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183).

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi momentum untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan penjajah. Tapi sayang sekali ini tidak terjadi. Revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti rejim penguasa, bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika tahun 1776, ketika Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi Inggris. Amerika yang semula dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris, meski sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama sekular.

Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi politik melawan kelompok Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari, 1997:42). Jadilah Indonesia sebagai negara sekular.

Karena sudah sekular, dapat dimengerti mengapa berbagai bentuk pemikiran liberal sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di bidang politik, ekonomi, atau pun agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini mewujud dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu sebuah organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi (private ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition), dan motif mencari untung (profit). (Ebenstein & Fogelman, 1994:148). Dalam bidang politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan selalu mengagungkan kebebasan individu. (Audi, 2002:47). Dalam bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme (paham pembaruan), yaitu pandangan bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah nilai-nilai peradaban Barat. (Said, 1995:101).

Tokoh-Tokoh Liberal Indonesia
Komaruddin Hidayat dalam tulisannya Islam Liberal di Indonesia dan Masa Depannya (Republika, 17-18 Juli 2001) memasukkan Soekarno dan Hatta sebagai tokoh-tokoh Islam Liberal. (Husaini & Hidayat, 2002:34). Benar, Komaruddin Hidayat tidak sedang mengigau. Soekarno dan Hatta memang tokoh liberal di Indonesia karena keduanya ngotot menyerukan sekularisme bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Soekarno adalah seorang sekular. Pada tahun 1940 Soekarno pernah menulis artikel Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara, yang mempropagandakan sekularisme Turki sebagai suatu teladan yang patut dicontoh. (Noer, 1991:302). Beberapa buku telah ditulis khusus untuk membongkar sekularisme Soekarno, seperti buku Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kamal karya Abdulloh Shodiq (1992) dan buku Islam Ala Soekarno Jejak Langkah Pemikiran Islam Liberal di Indonesia karya Maslahul Falah (2003).

Hatta juga seorang sekular. Prof. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 menggambarkan pendirian sekular dari Hatta dalam sidang BPUPKI dengan berkata,”Memang di sini terlihat ada dua paham, ialah : paham dari anggota-anggota ahli agama, yang menganjurkan supaya Indonesia didirikan sebagai negara Islam, dan anjuran lain, sebagai telah dianjurkan oleh Tuan Mohammad Hatta, ialah negara persatuan nasional yang memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan lain perkataan : bukan negara Islam.” (Anshari, 1997:27).

Jadi, Soekarno dan Hatta sebenarnya bukan pahlawan dan bukan teladan yang baik bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Keduanya hanyalah bagian dari kelompok sekular di negeri ini yang hakikatnya tidak melakukan apa-apa, selain melestarikan ideologi penjajah di Indonesia dengan mengikuti model negara sekular yang dijalankan kaum Yahudi dan Nasrani yang kafir.

Seharusnya umat Islam tidak boleh mengikuti jalan hidup kaum Yahudi dan Nasrani (QS Al-Maidah:51), meski kita tak perlu terlampau heran kalau memang terjadi. Karena Rasulullah SAW jauh-jauh hari telah berpesan : “Sungguh kamu akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka masuk lubang biawak, kamu akan tetap mengikuti mereka.” Para shahabat bertanya,”Apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Jawab Rasulullah SAW,”Lalu siapa lagi?” (HR Bukhari & Muslim). Wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Ian, Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today), Penerjemah Ali Noerzaman, (Yogyakarta : Penerbit Qalam), 2004
Audi, Robert, Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal, (Yogyakarta : UII Press), 2002

Anshari, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta : Gema Insani Press), 1997

Al-Qashash, Ahmad, Usus Al-Nahdhah Al-Rasyidah, (Beirut : Darul Ummah), 1995
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), 1992

Ebenstein, Willam & Fogelman, Edwin, Isme-Isme Dewasa Ini (Todays Isms), Penerjemah Alex Jemadu, (Jakarta : Penerbit Erlangga), 1984
Falah, Maslahul, Islam Ala Soekarno Jejak Langkah Pemikiran Islam Liberal Indonesia, (Yogyakarta : Kreasi Wacana), 2003

Husaini, Adian & Hidayat, Nuim, Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya, (Jakarta : : Gema Insani Press), 2002
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi hSekular-Liberal, (Jakarta : Gema Insani Press), 2005

Idris, Ahmad, Sejarah Injil dan Gereja (Tarikh Al-Injil wa Al-Kanisah), Penerjemah H. Salim Basyarahil, (Jakarta : Gema Insani Press), 1991
Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES), 1991
Said, Busthami Muhammad, Gerakan Pembatuan Agama (Mafhum Tajdid Al-Din), Penerjemah Ibnu Marjan & Ibadurrahman, (Bekasi : PT Wacaralazuardi Amanah), 1995
Shodiq, Abdulloh, Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kamal, (Pasuruan : PT Garoeda Buana Indah), 1992

Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta : LP3ES), 1986
Ulwan, Abdullah Nashih, Islam Syariat Abadi (Al-Islam Syar’ah Az-Zaman wa Al-Makan), Penerjemah Jamaludin Saiz, (Jakarta : Gema Insani Press), 1996
Read more >>

Demorasi sistem SAMPAH....!!!!!!!

ketika kita berbicara tentang sebuah sistem, maka yang terpancar didalam benak kita yaitu sebuah aturan yang akan mengatur seluruh aktifitas kehidupan, aturan (sistem) inilah yang akan menentukan arah, perkembangan suatu negeri/ bangsa. sistem biasa juga dinamakan dengan Ideologi (mabda), sejatinya sebuah Ideologi sama dengan sebuah sistem Aturan. Ideologi (mabda) adalah sebuah akidah akliyah yang melahirkan aturan. karakter dari Ideologi pastinya akan memaksakan seluruh negeri-negei lain untuk menerapkannya.

sebelumnya kita harus mengetahui macam-macam Ideologi yang terdapat didunia yaitu:
1. Ideologi Sosialisme komunisme
2. Ideologi Kapitalisme sekularisme
3. Ideologi Islam

ketiga Ideologi inilah yang di akui oleh dunia.
didalam tulisan ini, kita cuma hanya memfokuskan Ideologi Kapitalisme, karena Ideologi inilah yang masih diterapkan oleh hampir seluruh negeri-negeri muslim dan kita mencoba membandingkannya dengan Ideologi Islam.

berkaitan dengan tema tulisan saya diatas yaitu Demokrasi Sistem Sampah!!! ini ada kaitan erat dengan sistem kapitalisme sekarang, kenapa? karena kapitalisme lahir dari sebuah asas pemikiran Sekularisme yaitu sebuah paham yang berupaya memisahkan peran Agama dari kehidupan.sehingga Sekularisme tersebut melahirkan Demokrasi, yang kita sudah tau bersama bahwa Demokrasi itu sangat menjunjung Suara rakyat, memang DEmokrasi itukan dari Rakyat, oleh Rakyat dan Untuk Rakyat, yang berari suara Rakyat sama dengan Suara Tuhan.

pembaca yang budiman, kita sudah mengetahui bahwa Demokrasi itu Fox Popully Fox Dey "Suara Rakyat sama dengan suara Tuhan, jadi didalam demokrasi suara Rakyat sangat dijunjung tinggi, maka ketika rakyat ingin mengatur dirinya sendiri, mereka harus menunjuk wakil mereka di sebuah parlemen untuk membuat aturan atau Undang-Undang yang nantinya Aturan tersebut harus dilaksanakan oleh rakyat. wakil Rakyat tersebut yang kita tau bersama yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)

realitas wakil Rakyat atau DPR sekarang ini tidak mencerminkan bahwa mereka perwakilan dari Rakyat, kenapa? karena kalo kita melihat sekarang ini aturan/ Undang-undang yang dibuat oleh DPR yaitu aturan yang menzolimi Rakyat seperti UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan, UU SDA, UU BHP, dan banyak sekali UU yang notabene menyengsarakan Rakyat, sebagai produk dari kebijakan mereka yaitu, bisa kita melihat saudara-saudara kita yang masih tinggal di pinggiran jembatan, kemiskinan bertambah, jumlah aborsi meningkat, kasus pembunuhan, penculikan, perampokan meningkat dan para buruh kita sulit untuk mendapatkan upah yang layak, lapangan kerja sulit di dapat sehingga banyak jumlah pengangguran, meningkatnya jumlah anak putus sekolah
Read more >>

Menghidupi Puisi Anak Karya Kahlil Gibran

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu

Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri

Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu

Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu


Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu

Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka

Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun

dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu

Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu


Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan

Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang

telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan

-Kahlil Gibran-

Puisi di atas saya kutip dari puisi yang berjudul “Anak” karya maestro sastra terkenal, Kahlil Gibran. Membaca kalimat demi kalimat puisi di atas memberi sebuah inspirasi bagi saya untuk menulis refleksi dari puisi ini dalam konteks membesarkan anak bagi orangtua. Mungkin ada banyak pemahaman-pemahaman lain yang bisa didapat. Namun beberapa yang didapat saya tuangkan dalam tulisan di bawah ini.

1. Berbicara tentang status

Anak adalah anugrah dari Yang Maha Kuasa, namun anak juga adalah sebuah ‘paket titipan’ yang memiliki masanya. Sebagai orangtua kita mendapat hak untuk selalu bersama dengan mereka namun mereka bukan ‘milik’ kita selamanya. Ada masa dimana kita sebagai orangtua harus melepaskan mereka untuk mereka meluncur menuju sasaran dari Sang Pahlawan. Ada juga waktu dimana orangtua harus melepas kepergian anak atau anak melepas kepergian orangtua dalam sebuah proses yang dinamakan kematian.

2. Berbicara mengenai peranan

Gambaran puisi ini juga menyatakan bahwa orangtua berperan sebagai busur yang direntangkan Sang Pemanah untuk membidik sasaran. Sang Pemanah tahu sasaran yang akan dituju. Fungsi orangtua disini sebagai busur untuk membantu memberikan arahan kepada anak. Anak digambarkan sebagai anak panah. Anak panah adalah senjata yang mematikan. Anak-anak yang tidak mendapat arahan atau tidak diarahkan dengan baik, berpotensi menjadi pribadi yang memberontak dan merusak. Mereka bisa melakukan hal-hal bodoh yang tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang banyak.

3. Berbicara mengenai posisi orangtua

Untuk berfungsi dengan maksimal, busur harus berada ditangan yang tepat juga. Tangan yang tepat di sini adalah Sang Pahlawan. Posisi orangtua disini adalah sebagai pribadi yang dipercayakan untuk ‘melontarkan’ anak menjadi pribadi yang menarik tidak hanya di masyarakat tetapi juga kepada Sang Pahlawan. Artinya, orangtua haruslah melatih dan memperlengkapi dirinya sedemikian rupa agar dapat mengarahkan anak-anak menjadi manusia-manusia terbaik. Orangtua adalah pribadi yang paling tepat untuk membimbing anak-anak dalam perjalanan mereka memenuhi rancangan dan rencana (bidikan) Sang Pahlawan.

4. Berbicara mengenai hubungan

Orangtua tidak dapat memaksakan kehendak dalam membesarkan anak. Misalnya, karena ayah telah menjadi dokter maka anak juga harus menjadi dokter. Orangtua dapat memberikan cintamu, perhatian, kebutuhan namun tidak bisa memaksakan keinginan pribadi. Orangtua juga bisa memberikan pemikiran yang bersifat membangun, memperlengkapi, dan memperkaya wawasan anak, baik secara kognitif dan juga afektif.

Ketika anak panah sudah terlepas dari busur (orangtua) maka tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain memberikan doa restu buat mereka.

Tidak mudah untuk menjadi busur yang harus melepaskan anak panah. Setelah mereka terlepas, maka kita tidak bisa mengembalikan waktu yang telah berlalu. Jika kita telah melewatkan kesempatan yang seharusnya kita pergunakan untuk melakukan apa yang semestinya kita lakukan bagi anak-anak, maka waktu itu tidak akan kembali lagi.

Mungkin juga sebagai orangtua kita merasa, apa yang kita lakukan bagi anak-anak belum terlihat hasilnya. Tunggulah saat mereka remaja, atau pada saat dewasa, atau bahkan pada saat mereka berumah tangga. Kita bisa melihat pribadi seperti apa yang telah kita besarkan. Apakah mereka telah sesuai dengan bidikan Sang Pahlawan? Apakah mereka telah menjadi pribadi yang bertanggung jawab? Berani berdiri di atas kebenaran? Menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik? Atau sebaliknya??

Semoga bermanfaat.

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/07/20/menghidupi-puisi-anak-karya-kahlil-gibran/
Read more >>

ciri-ciri negeri para bedebah?

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?

Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah

Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah

Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

…………………

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah

Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum

Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Usirlah mereka dengan revolusi

Bila tak mampu dengan revolusi,

Dengan demonstrasi

Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi

Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan.

Penggalan “Puisi Negeri Para Bedebah,” karya Adhie Massardi.
Read more >>

Ketika ludah menjadi api

Seperti halnya pepatah sepandai pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Begitu juga dengan ketika ludah menjadi api. Kenapa bisa begitu..? apa mungkin ludah yang keluar dari mulut kita bisa menjadi api..?

Bisa saja..! itulah kenapa ada juga pepatah yang mengatakan jangan kau menjilat kembali ludah yang sudah kau keluarkan. Mungkin di takutkan ludah itu sudah menjadi api seperti halnya nasi menjadi bubur.

Begitulah kata-kata itu saya denger juga dari tivi siang tadi dan saya nggak tau dari acara apaan dan siapa yang mengucapkan. Tapi kata itu cukup menggelitik telinga saya.

Kata itulah yang menggambarkan keadaan sekarang menurut saya. Ludah adalah sesuatu yang kita keluarkan dari mulut kita sama dengan halnya perkataan dan perbuatan.

Jaman memang sudah menjadi aneh, Tidak semua perkataan baik akan berefek menjadi baik. Sama halnya dengan ketika orang yang katanya soleh di angkat menjadi petinggi, belum tentu juga membawa kebaikan. Toh manusia juga bisa berubah, bahkan bukan sekedar berubah tapi juga bubrah.

Berhati hatilah ketika ludahmu suatu saat menjadi api. Masih mending kalu berubahnya api masih di tingkat level dunia seperti sekarang ini. Bagaimana kalau ludah api itu nanti di kehidupan level berikutnya..!

Banyak kejadian yang bisa kita lihat bagaimana ludah mereka menjadi api. Tinggal tonton aja tivi atau baca media. Lihatlah kejadian bagaimana para petinggi kecebur, belepotan lumpur walau gak kecebur.

Bagaimana sebagian mereka menutup-nutupi diri dari ludah mereka yang sudah berubah menjadi api.bahkan sebagian lagi sudah terbakar oleh ludah api mereka sendiri.

Tapi ya sudahlah, sekecil dan sebesar apapun hikmah sebuah kejadian sudah seharusnya menjadikan kita lebih dewasa walaupun kita sebenarnya sudah tua (tapi polapikir kita seperti anak-anak, suka ngadu dan suka ngambeg, siapa yah :D).
Read more >>

Benarkah sekarang PANCASILA berganti menjadi PANCASIAL?

Setiap tanggal 1 Juni bangsa Indonesia sudah biasa mengingat kembali tentang Hari Kesaktian Pancasila. Namun, kemarin saya saat ngumpul sama teman, dia tiba-tiba nylethuk saat asyik masyuk membicarakan keadaan dunia pendidikan dan sekitarnya.

Hari Kesekian Pancasial, mungkin ini istilah yang tidak atawa belon pernah ada, karena istilah itu saya modifikasi dari temen saya, ketika sedang ngobrol tentang kondisi dan situasi pendidikan di sekitar. Ketika sedang asyik masyuk, batiba temen nyeletuk bejinih:

Sekarang ini, sila pertama Pancasila sudah berganti menjadi "KEUANGAN YANG MAHA ESA". :roll:
Makna Pancasila yang seharusnya menjadi alat pemersatu, menjadi pernyataan dasar tentang keimanan orang Indonesia, tiba-tiba dilecehkan dengan pernyataan itu.

Alasan teman saya itu jelas sekali, saat ini yang dijadikan dasar bukan lagi Ketuhanan Yang Mahaesa, namun justru uwang. :lol:


Saya bisa memaklumi istilah teman saya itu, karena pendidikan di negara kita sudah bukan lagi murni, prosesnya sudah banyak terkontaminasi oleh dunia politik (dipolitisasi). Seseorang ketika ingin menjadi PNS, harus merogoh koceknya jutaan untuk bisa masuk.

Menurut anda, melihat fenomena proses perekrutan menjadi Pegawai Negeri di tanah air ini apakah sudah pas jika teman saya memberikan istilahnya bukan lagi dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, namun KEUANGAN YANG MAHA ESA?

Bagaimana anda menanggapi hal ini?
Read more >>

DENSUS 99 Anti CELENG

Jenderal : “Pak Icang, ini ada kasus!”

Pak Icang : “So?…”

Jenderal : “Ada majalah memuat gambar saya dengan celeng eh celengan!”

Pak Icang : “Ada hubungannya dengan saya?”

Jenderal : “Ya, ada lah pak. Nanti kalau celengan saya dibongkar, bapak bisa kena!”

Pak Icang : “Butuh ransum berapa? Saya kirim cash pakai koin saja biar aman, 3 M ya?”

Jenderal : “Maaf, pak. Istri muda saya minta jalan-jalan ke Antartika nih!”

Pak Icang : “Oke, saya kirim 6 M!”

Jenderal : “Baik, pak! terimakasih!”

***

Jenderal : “Segera amankan majalah dengan gambar saya dengan celengan itu!”

Kombes : “Siap Ndan!”

Jenderal : “Dana oprasi 4 M saya kirim!”

Kombes : Siap! 86!”

***

Kombes : “Siapkan pasukan untuk mengeksekusi majalah celeng!”

AKP : “Siap, laksanakan!”

Kombes : “Ransum saya kirim 2 M!”

AKP : “Siap! Segera saya laksanakan. 86!”

***

AKP : “Segera diatasi majalah dengan gambar Jenderal celeng!”

Iptu : “Siap! Dananya bagaimana Ndan?”

AKP : “Saya kirim 0,5 M. Jika kurang atasi sendiri. Kamu kan pegang kasus pajak dan pembalakan liar!”

Iptu : “Siap!”

***

Iptu : “Segera razia lapak-lapak penjual koran dan majalah! Borong semua majalah gambar celeng!”

Bripda : “Siap, laksankan! Ndan!”

Iptu : “Lho nunggu apa? Sana segera laksanakan!”

Bripda : “Lho, uang untuk memborong majalahnya gimana Ndan?!”

Iptu : “Yah, tangani sendirilah! Iptu kok goblok!”

Bripda : (dalam hati yang paling dalam) “CIYELENG!!!!”
Read more >>

Satu Kata Tentang Indonesia

Di sebuah padhepokan bernama jonglo ABANG, seorang kyai sedang memberikan ilmu kepada seorang santrinya. Sebuah ilmu tentang berbangsa dan bernegara. Berikut penggalan dialog penuh makna antara kyai dan santri itu :

Kyai : “Coba engkau pejamkan matamu dan bayangkan Indonesia ini ada dalam jiwamu. Lihatlah tanah air yang indah dari Sabang hingga Merauke ini. Ribuan pulau dengan segala macam sumberdaya alamnya. Minyak, gas, batu bara, emas, permata. Ribuan suku bangsa, beragam bahasa… Ungkapkanlah dengan satu kata saja wahai santriku! Ungkapkan dengan jujur!”

Santri : …. “Alhamdulillah!”

Kyai : “Jawablah dengan jujur, anakku!”

Santri : “Alhamdulillah” (sambil meneteskan air mata bahagia)

Kyai : “Kemudian bayangkanlah jutaan rakyat miskin yang antri BLT. Ribuan buruh pabrik dengan upah yang ala kadarnya. Ungkapkanlah dengan satu kata, nak!”

Santri : … … “Subhanallah”

Kyai : “Jujur nak, sekali lagi jujur!”

Santri : “Subhanallah!”

Kyai : “Lalu bayangkanlah wajah para pejabat yang korup, wajah pejabat yang meringis merasakan nikmat jepitan selangkangan wanita-wanita sintal. Bayangkanlah wajah anggota dewan yang menerima cindera mata berupa koteka emas. Bayangkanlah wajah calo senjata yang bergerilya di gedung dewan. Bayangkanlah wajah jaksa, hakim yang suka suap. Ungkapkan dalam satu kata, santriku!”

Santri : “… As… As… Astaghfirullahaladzim…. Astaghfirullah…”

Kyai : “Jujur, sekali lagi jawablah dengan jujur!”

Santri : “…As… Ass… Assssuuuuuuu…… ASUUUUUUUUUUU!!!”

Sang Kyai pun memeluk tubuh santrinya dengan tersenyum dan menangis bahagia.Sang Kyai bahagia mempunyai generasi penerus yang masih bisa berkata jujur tentang negeri Indonesia.

* penggalan sketsa Presiden Balgadaba oleh Emha Einun Nadjib
Read more >>