GW MO KHILAFAH, LO MO APA ?! Hare Gene Demokrasi? Gile aja lo bro !! Demokrasi ? nggak deh ..!! Demokrasi= basi !! tau galo ?? Demokrasi itu belenggu, kawan Cuma dua solusi : Syariah dan Khilafah. Yoi Ga Choy !!?

Minggu, 24 Juli 2011

Madharat Demokrasi – Kerugian Demokrasi

Annas I. Wibowo :



Perkara haramnya demokrasi adalah perkara yang jelas / pasti. Haramnya menggunakan hukum selain yang diturunkan oleh Allah SWT sebenarnya cukup untuk menyatakan haramnya demokrasi setidaknya dari satu sisi.





Perkara haramnya demokrasi bukanlah perkara ijtihady, di mana para mujtahid dengan metode ijtihad yang benar menghasilkan kesimpulan yang berlain-lainan.

Maka demokrasi itu jelas munkar / haram.





Kaidah “madharatnya lebih kecil dari manfaatnya” atau “untuk menghindari madharat yang lebih besar”, batil digunakan / tidak bisa digunakan.

Dari mana bisa tahu kalau madharatnya / manfaatnya lebih besar? Apakah punya bukti dari Yang Maha Kuasa / wahyu?





Sedangkan wahyu sendiri sudah menetapkan keharaman demokrasi. < manfaat atau tidak manfaat menuruti pendapat manusia → tidak berlaku >

Maka tidak ada yang dinamakan menghormati pendapat mereka yang membolehkan demokrasi.

Dalam hal ini yang ada adalah : yang benar / kebenaran MEMBULDOZER yang salah.

Segala Puji Bagi Allah SWT



Harus diwaspadai :

tenggelam dalam keduniawian

inferiority complex, takut pada dunia

tidak takut ayat-ayat Allah SWT

sejak awal tidak kompeten ( padahal ayat-ayat yang jelas itu bisa dimengerti oleh setiap orang yang normal )

+ Tidak bisa menggunakan persepsi manusia, yang mana yang madharatnya lebih besar / manfaatnya lebih besar.



Dalam kaidah itu, yang mana yang disebut madharat?

Apakah bencana / kesulitan yang muncul karena berpegang teguh pada kebenaran itu yang dinamakan madharat?

Mana buktinya?



Yang seharusnya dilakukan adalah meninggalkan yang haram < demokrasi , hukum kafir > dan menggunakan yang halal / wajib.



Mana dalam hal ini yang disebut dengan madharat? TIDAK ADA.

Kalaupun ada madharat adalah : berpegang kepada yang benar, mungkin mengakibatkan hal-hal yang disebut kesusahan / kesulitan / bencana / kesengsaraan yang diprediksi bisa terjadi, lalu orang itu memilih meninggalkan yang benar dan menggunakan yang batil. SITUASI INILAH yang sebenarnya madharat.



Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi;539 maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. ....

539 Tidak dengan penuh keyakinan. [ Qur'an Surat (22) Al Hajj : 11 ]



Dia menyeru kepada sesuatu yang (sebenarnya) bencananya lebih dekat daripada manfaatnya. Sungguh, itu seburuk-buruk penolong dan sejahat-jahat kawan. [ Qur'an Surat (22) Al Hajj : 13 ]

Barangsiapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat, maka hendaklah dia merentangkan tali ke langit-langit, .... [ Qur'an Surat (22) Al Hajj : 15 ]





______WAJIB MEMPERGUNAKAN HUKUM ISLAM______



.... Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 70]



_____________________________________________________



Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 105]



Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. [Qur'an Surat (23) Al Mu'minun : 106]



_____________________________________________________



(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya. [Qur'an Surat (24) An Nur : 1]



_____________________________________________________



Dan apabila mereka diajak kepada Allah[1044] dan rasul-Nya, agar rasul memutuskan perkara di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak (untuk datang). [Qur'an Surat (24) An Nur : 48]



[1044] Maksudnya dipanggil untuk berhukum dengan Kitabullah.



_____________________________________________________



Apakah dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. [Qur'an Surat (24) An Nur : 50]



Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memutuskan perkara di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [Qur'an Surat (24) An Nur : 51]



_____________________________________________________



Berkatalah Rasul (Muhammad): "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Quran ini diabaikan." [Qur'an Surat (25) Al Furqan : 30]



_____________________________________________________



Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mukmin." [Qur'an Surat (28) Al Qasas : 47]



_____________________________________________________



Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). .... [Qur'an Surat (28) Al Qasas : 50]



_____________________________________________________



Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. .... [Qur'an Surat (28) Al Qasas : 85]



Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar kitab (Al-Quran) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu , sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. [Qur'an Surat (28) Al Qasas : 86]



Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang musyrik. [Qur'an Surat (28) Al Qasas : 87]



_____________________________________________________



Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah." Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya." Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? [Qur'an Surat (31) Luqman : 21]



_____________________________________________________



.... Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. [Qur'an Surat (31) Luqman : 33]



_____________________________________________________



Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? .... [Qur'an Surat (32) As Sajdah : 22]



_____________________________________________________



Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. .... [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 1]



dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 2]



_____________________________________________________



Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang- halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara- saudaranya: "Marilah bersama kami." .... [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 18]



_____________________________________________________



Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [Qur'an Surat (33) Al Ahzab : 36]



______WAJIB MEMPERGUNAKAN HUKUM ISLAM______



Semoga Yang Maha Kuasa melindungi agama kami. Aamiin.

Alhamdulillah.
Read more >>

Kecacatan Hukum Demokrasi - Demokrasi Sistem Hukum Cacat

a. Salah satu pilar fundamental demokrasi adalah bahwa legislasi dihasilkan melalui voting mayoritas. Dalam ketiadaan teks ketuhanan, kebutuhan untuk menghasilkan legislasi harus bersumber dari tempat lain. Namun sumber legislasi dan bagaimana hukum-hukum dihasilkan adalah subjek debat yang hebat. Pada dasarnya bisa terjadi sejumlah variasi model.





b. Populasi berpartisipasi secara langsung dalam menghasilkan legislasi seperti yang disaksikan di Athena lebih dari 2.500 tahun yang lalu, di mana mayoritas rakyat mendapat jatahnya. Model ini secara umum hanya bisa diterapkan untuk kota-kota kecil - rakyat Athena kuno tidak membolehkan demokrasi untuk mereka yang telah mereka kuasai. Namun dengan kemajuan teknologi beberapa orang sekarang menyerukan untuk lebih banyak legislasi dihasilkan dengan cara ini.





c. Warga negara memilih para representatif mereka secara periodik yang kemudian akan mem-voting terhadap legislasi. Ini adalah model yang dipilih di kebanyakan demokrasi maju dan hukum-hukum kemudian secara umum disahkan melalui voting mayoritas.



d. Suatu dewan pakar yang merupakan para ahli dalam legislasi tertentu bertanggung jawab atas masing-masing bagian legislasi. Model ini umumnya tidak diterapkan dalam negeri demokratik karena itu dianggap anti demokratis. Namun, banyak orang termasuk Socrates dan Plato telah menyerukan model ini, percaya bahwa membolehkan orang-orang biasa / awam atau orang tak berkeahlian punya peran dalam politik adalah berbahaya.



e. Namun bahkan di dalam model kedua yang disukai terdapat sejumlah masalah. Sebagai contoh suatu mayoritas numeris untuk menghasilkan hukum tidak berarti hukum yang lebih baik. Kebanyakan hukum-hukum dihasilkan melalui berbagai macam faktor dan masing-masing para representatif bebas menghasilkan hukum-hukum menggunakan kriteria apapun yang mereka inginkan.





f. Namun menghasilkan hukum-hukum juga dibatasi oleh pertimbangan konstitusional. Tidak ada hukum-hukum sebagai contohnya yang bisa disahkan bertentangan dengan konstitusi negara tanpa semacam super majority. Sebagai contoh di Amerika Serikat suatu mayoritas sederhana dari kedua Dewan tidak bisa mengusulkan perbudakan, meskipun ini demokratis, hal ini memerlukan perubahan pada konstitusi. Untuk mencegah demokrasi dari melakukan penyimpangan seperti itu, berbagai cek anti demokratik seperti supermajority dan Supreme Court tanpa dipilih diadakan, suatu kenyataan eksplisit bahwa demokrasi murni bisa menghasilkan hasil-hasil beracun.





g. Para wakil terpilih menurut definisinya tidaklah terikat pada para pemilihnya. Pada intinya maka peran para pemvoting dalam demokrasi terbatas pada voting periodik juga lobby terhadap masing-masing legislasi. Meskipun individu-individu bebas untuk melobi, usaha lobby mereka sangatlah kalah jumlah oleh kepentingan-kepentingan yang lebih kaya dan kuat. Sebagai contoh dalam dekade terakhir sektor finansial menurut Centre for Responsive Politics membelanjakan hampir 4 milyar dollar dalam me-lobby kongres. Anggota publik biasa harus menggunakan sebuah email atau panggilan telepon dan oleh karenanya sangat diabaikan.





h. Seperti yang telah disebutkan hanya karena 51% rakyat memvoting untuk sesuatu atau mayoritas sederhana para politisi voting untuk sesuatu tidaklah menjadikan itu benar. Tidak juga memiliki supermajority menjamin hasil yang lebih baik. Jika suatu supermajority memutuskan untuk melegalkan penggunaan heroin atau melarang kontrasepsi atau melarang wanita Muslim mengenakan hijab, ini seluruhnya demokratis. Ide mayoritas numeris melegitimasi apa yang secara fundamental dibolehkan dan apa yang dilarang oleh karenanya adalah berbahaya.





i. Tidak juga memiliki Mahkamah Tinggi menyediakan pilihan anti gagal, sebagaimana telah dibuktikan oleh debat aborsi di AS. Memiliki sejumlah hakim untuk menentukan apa yang benar atau salah akibatnya adalah anti demokratis dan membatalkan keseluruhan prinsip memiliki legislasi yang didukung oleh persetujuan popular. Hakim-hakim harus menginterpretasi hukum-hukum dan menetapkan rakyat akuntabel bukan memainkan peran legislator cadangan.





j. Kemajuan saintifik tidak diputuskan atas mayoritas numerikal tapi atas kekuatan sains. Fakta bahwa mayoritas orang pernah percaya bahwa matahari mengelilingi bumi atau percaya bahwa dunia ini datar tidak memiliki arti apapun ketika menentukan apakah hal itu fakta sainitifik. Mengapa legislasi penting harus diperlakukan berbeda?





k. Tidak juga demokrasi dipraktekkan dalam berbagai angkatan bersenjata, perusahaan atau tim olahraga. Apa yang dikira orang mungkin disukai, tapi pada akhirnya pembuatan keputusan harus berdasarkan apa yang benar dan apa yang salah bukan polling terakhir atau focus group atau ketertarikan popular.





l. Ini bukannya mengatakan bahwa dalam perkara-perkara teknis atau area-area rutin atau di mana prioritas-prioritas butuh diputuskan masukan dari publik tidak perlu dicari. Untuk menentukan membangun suatu jalan di suatu area adalah suatu keputusan publik atau apakah sampah harus dikumpulkan seminggu sekali atau semalam sekali. Sebagaimanapun area-area penting bagaimana masyarakat harus diatur, prinsip-prinsip perpajakan, pertahanan, dan sistem pengadilan kriminal tidak bisa diserahkan kepada selera opini publik. Seperti yang akan kita lihat dalam bagian terakhir Sistem Islam membuat pembedaan tepat seperti itu.





Dalam area-area tertentu petunjuk ketuhanan telah menyelesaikan masalah secara fundamental, sebagai contoh perlindungan atas tempat-tempat ibadah non-Muslim, jenis-jenis pajak dan institusi-intsitusi politik apa yang harus ada. Di sini rakyat tidak memiliki hak apapun untuk menentang ini, baik mereka memiliki supermajority atau tidak. Namun di area-area lainnya hukum ketuhanan memberi mandat kepada penguasa untuk berkonsultasi dengan publik umum atau para ahli untuk memecahkan problem-problem praktikal dan menggunakan solusi yang efektif. Sistem Islam mendapatkan keseimbangan ini dengan baik, demokrasi sesuai sifat dasarnya tidak bisa.



m. Sifat dasar beracun bagaimana hukum-hukum dibuat dalam demokrasi sangatlah dipahami oleh para filosof, pemimpin, dan pendapat berpengaruh Barat sepanjang masa. Socrates dan Plato ganas melawan demokrasi di Yunani kuno. Jefferson dan Adams memahami bahayanya demokrasi murni, yang menjadi alasan mengapa AS adalah suatu republik dan mengapa demokrasi murni ditentang.
Read more >>

TERUS BERGERAK… DAN BERGERAK

“Kenapa seseorang sampai bisa tenggelam?”

Jawabannya sederhana. Semata hanya karena dia diam, tidak bergerak. Dia tidak berusaha mengayuhkan kedua tangannya dan tidak berupaya menggerakkan kedua kakinya.

***

Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Kawan-kawan aktivis dakwah satu persatu mundur. Mereka, yang pada awalnya begitu semangat. Yang berada di lini terdepan, yang ghirahnya membuat yang lain iri dan berdecak kagum. Tapi tak lama, saya menemui mereka tiba-tiba meredup, bahkan pada akhirnya menghilang sama sekali dari medan dakwah. Kenapa?



Pemahaman yang kurang tentang wajib dan pentingnya dakwah? Bukan. Bahkan mereka hafal di luar kepala dalil-dalil tentangnya.

Karena beratnya ujian yang dilalui? Bukan juga. Toh, para pejuang terdahulu tidak sampai mundur meski cobaan yang mereka alami beribu kali lebih berat.

Jadi…?

“alasan yang sama dengan yang menyebabkan seseorang tenggelam….”

Semata hanya karena dia diam, tidak bergerak.

Sehingga, nasihat yang sederhana, apabila ada yang bertanya bagaimana tips utama agar tetap bertahan dalam dakwah.

“Tetap bergerak. Tak pernah henti beraktivitas dalam dakwah.”



sumber:akin sang dokter muda dan liar...^_^
Read more >>

DAKWAH, SAYA, ANDA, KITA…

Kalau saya sodorkan kata dakwah dan da’i…. maka apa yang akan terlintas di benak anda?

Bless… muncullah di atas kepala anda bayangan sosok berkopiah haji memakai sorban, dengan jubah putih… sementara jenggot panjang nangkring di dagunya…. di tangan kanannya ada tasbih, di tangan kirinya memegang sebuah kitab kuning….

Lalu…. Cek cek. Assalamualaikum warahmatullah… innal hamdalillahi….. Kaum muslimin yang dirahmati Allah…. Sehingga intinya adalah pengendalian diri…. Jagalah hati…. Qoolallahu ta’ala fi qur’anil kariim….. dan bla bla bla…

Bagaimana kalau bayangan di atas kepala anda saya hapus. Saya ganti dengan bayangan seperti ini…

Seorang tukang becak dengan topi purunnya, mengayuh becak di tengah terik. Sementara di dalam becaknya sepasang muda-mudi sedang asyik bercumbu… mulai berpegangan tangan saing rayu… hingga sebuah kecupan bibir hampir mendarat di pipi si cewek. Mendadak becak berhenti. Ciuman si cowok gagal mendarat. “Astaghfirullah! Nak, nggak baik…. Maksiat nak! Gusti Allah nggak suka….” Seru si tukang becak. Brakk… tak terima, si cowok turun dari becak dan menghadiahkan bogem mentah kepada si tukang becak… apes…

Nggak jauh dari jalan itu… seorang pemuda sedang bersepeda, tiba-tiba dia melihat ibu-ibu membuang bungkus makanan ke jalan. Si pemuda berhenti tepat di depan ibu tersebut. Dengan senyum renyah tanpa bicara sedikitpun dia memungut bungkus makanan itu dan memasukkannya ke bak sampah yang terletak tak jauh dari sana.

“Huh, anak muda sok bersih” suara si ibu sewot.

Dan tepat di seberang jalan tempat ibu yang masih mengumpat sewot itu, di kantor seorang pengacara..

“Win win solution saja Pak. Bapak untung, saya juga untung. Kita tutup saja kasus ini…” seorang berperawakan gendut. Dibukanya lembar cek bernilai ratusan juta.

Di hadapnya, seorang pria kelimis berjas berdasi duduk anggun di belakang mejanya.

“Maaf Pak, bukannya apa-apa. Tapi saya takut dengan ancaman Allah, yang menyuap dan yang disuap tempatnya adalah neraka…” sahutnya.

…………….

Yup… semoga anda setuju… bahwa yang namanya dakwah bukan hanya ceramah seperti di contoh pertama. Semoga anda setuju pula bahwa yang namanya dai tak melulu memakai sorban dan jubah. Dia bisa saja memakai kaos oblong celana jeans atau pakai jas dan kemeja yang rapi. Dia tak mesti berjenggot panjang, tak selalu bawa-bawa tasbih.

Karena dakwah itu bukan penampilan.

Dan da’i si penyampai dakwah tak mesti ada di mimbar masjid, tak mesti berada di atas panggung. Dia bisa saja ada di belakang meja kerja, atau sedang mengangkut barang, atau sedang menulis, atau sedang mengajar di depan kelas.

Karena da’i bukanlah profesi.

Dia bisa saja berperan sebagai seorang polisi, seorang hakim, seorang murid sekolah, seorang pedagang, atau seorang pemulung

Dan saya harap da’i itu adalah saya

Lha saya punya mulut, saya punya tangan, punya kaki….. berarti nggak ada alasan buat saya tidak dakwah

Dan saya harap da’i itu juga adalah anda.

Lha wong anda sama dengan saya… punya mulut juga, punya tangan dan kaki juga…. Jadi tak ada alasan menolaknya.

Sehingga dai itu saya harap adalah kita.

Alasan paling sederhana dan paling utama, karena kita adalah muslim… dan otomatis kita tak bisa menolak seruan dari Allah tentang kewajiban bernama dakwah tersebut.

Masih menolak juga? Kebangetan!
Read more >>

50 INDIKASI DESTRUKTIF (KERUSAKAN) DEMOKRASI

1. Demokrasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya berupa partai-partai dan pemilihan umum merupakan manhaj jahiliyah yang bertentangan dengan Islam, maka tidak mungkin sistem ini dipadukan dengan Islam karena Islam adalah cahaya sedangkan demokrasi adalah kegelapan. (Surat Faathir:19-20) , (Surat Al-Baqarah: 256).





2. Terjun ke dalam kancah demokrasi mengandung unsur ketaatan kepada orang-orang kafir baik itu orang Yahudi, Nasrani atau yang lainnya, padahal kita telah dilarang untuk menaati mereka dan diperintahkan untuk menyelisihi mereka, sebagaimana hal ini telah diketahui secara lugas dan gamblang dalam dien. (Surat Ali ‘Imran: 100, (Surat Al-Furqaan: 52 , (Surat Al-Ahzaab: 48)





3. Sistem demokrasi memisahkan antara dien dan kehidupan, yakni dengan mengesampingkan syari’at Allah dari berbagai lini kehidupan dan menyandarkan hukum kepada rakyat agar mereka dapat menyalurkan hak demokrasi mereka –seperti yang mereka katakan– melalui kotak-kotak pemilu atau melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Majelis Perwakilan.





4.Sistem demokrasi membuka lebar-lebar pintu kemurtadan dan zindiq, karena di bawah naungan sistem thaghut ini memungkinkan bagi setiap pemeluk agama, madzhab atau aliran tertentu untuk membentuk sebuah partai dan menerbitkan mass media untuk menyebarkan ajaran mereka yang menyimpang dari dienullah dengan dalih toleransi dalam mengeluarkan pendapat, maka bagaimana mungkin setelah itu dikatakan, “Sesungguhnya sistem demokrasi itu sesuai dengan syura dan merupakan satu keistimewaan yang telah hilang dari kaum muslimin sejak lebih dari seribu tahun yang lalu,” sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah orang jahil, bahkan (ironisnya) hal ini juga telah ditegaskan oleh sejumlah partai Islam yang dalam salah satu pernyataan resminya disebutkan:

“Sesungguhnya demokrasi dan beragamnya partai merupakan satu-satunya pilihan kami untuk membawa negeri ini menuju masa depan yang lebih baik.”





5. Sistem demokrasi membuka pintu syahwat dan sikap permissivisme (menghalalkan segala cara) seperti minum arak, mabuk-mabukan, bermain musik, berbuat kefasikan, berzina, menjamurnya gedung bioskop dan hal-hal lainnya yang melanggar aturan Allah di bawah semboyan demokrasi yang populer, “Biarkan dia berbuat semaunya, biarkan dia lewat dari mana saja ia mau,” juga di bawah semboyan “menjaga kebebasan individu.”





6. Sistem demokrasi membuka pintu perpecahan dan perselisihan, mendukung program-program kolonialisme yang bertujuan memecah-belah dunia Islam ke dalam sukuisme, nasionalisme, negara-negara kecil, fanatisme golongan dan kepartaian. (Surat Al-Mukminun: 52, (Surat Ali ‘Imran: 103) , (Surat Al-Anfal: 46)





7. Sesungguhnya orang yang bergelut dengan sistem demokrasi harus mengakui institusi-institusi dan prinsip-prinsip kekafiran, seperti piagam PBB, deklarasi Dewan Keamanan, undang-undang kepartaian dan ikatan-ikatan lainnya yang menyelisihi syari’at Islam. Jika ia tidak mau mengakuinya, maka ia dilarang untuk melaksanakan aktivitas kepartaiannya dan dituduh sebagai seorang ekstrim dan teroris, tidak mendukung terciptanya perdamaian dunia dan kehidupan yang aman.





8. Sistem demokrasi memvakumkan hukum-hukum syar’i seperti jihad, hisbah, amar ma’ruf nahi munkar, hukum terhadap orang yang murtad, pembayaran jizyah, perbudakan dan hukum-hukum lainnya.





9. Orang-orang murtad dan munafiq dalam naungan sistem demokrasi dikategorikan ke dalam warga negara yang potensial, baik dan mukhlis, padahal dalam tinjauan syar’i mereka tidak seperti itu.





10. Demokrasi dan pemilu bertumpu kepada suara mayoritas tanpa tolak ukur yang syar’i. (Surat Al-An’am: 116), (Surat Al-A’raf: 187), (Surat Saba’: 13)





11. Sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunah (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu.





12. Sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid’ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya.





13. Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar’i. padahal Allah Ta’ala berfirman: (Surat Az-Zumar: 9) , (Surat As-Sajdah: 18) , (Surat Al-Qalam: 35-36)





14. Sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.





15. Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala’ dan bara’ menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!!





16. Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini.





17. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta’lim, shadaqah dan lain-lain.





18. (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan, berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.





19. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta’ala telah berfirman: (Surat Al-Mukminun: 53)





20. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah.





21. Sistem demokrasi membuka pintu keraguan dan syubhat serta menggoncangkan aqidah umat Islam, terlebih lagi kita hidup di masa dimana ulama robbaninya sangat sedikit sedang kebodohan tersebar dimana-mana. Maka lantaran terbatasnya ilmu, banyak orang-orang awam yang jiwanya down dan goncang dalam menghadapi gelombang besar dan arus deras dari berbagai partai, surat kabar, dan pemikiran-pemikiran yang destruktif.





22. Melalui dewan-dewan perwakilan dapat diketahui bahwa sesungguhnya sistem demokrasi berdiri di atas asas tidak mengakui adanya Al-Hakimiyah Lillah (hak pemilikian hukum bagi Allah), maka terjun ke dalam sistem demokrasi kalau bertujuan untuk menegakkan argumen-argumen dari Al-Quran dan Sunnah maka hal ini tidak mungkin diterima oleh anggota dewan karena yang dijadikan hujjah oleh mereka adalah suara mayoritas dan andapun mau tidak mau harus mengakui suara mayoritas tersebut.





23.Kita tanyakan kepada para aktivis dakwah yang tertipu dengan sistem ini: Jika kalian sudah sampai pada tampuk kekuasaan apakah kalian akan menghapuskan demokrasi dan melarang eksisnya partai-partai sekuler? Padahal kalian telah sepakat dengan partai-partai lain sesuai dengan undang-undang kepartaian bahwa pemerintahan akan dilaksanakan secara demokrasi dengan memberi kesempatan kepada seluruh partai untuk berpartisipasi aktif. Jika kalian mengatakan bahwa sistem demokrasi ini akan dihapus dan partai-partai sekuler dilarang untuk eksis berarti kalian berkhianat dan mengingkari perjanjian kalian merkipun perjanjian tersebut (pada hakekatnya) adalah bathil. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman: (Surat Al-Anfal: 58)

Adapun hadits yang menyatakan bahwa perang itu adalah tipu daya, tidak termasuk dalam pembahasan ini. Dan jika kalian mengatakan kami akan menegakkan hukum demokrasi dan mentolerir berdirinya partai-partai berarti ini bukanlah pemerintahan yang Islami.





24.Sistem demokrasi bertentangan dengan prinsip taghyir (perubahan) dalam Islam yang dimulai dari mencabut segala yang berbau jahiliyah dari akar-akarnya lalu mengishlah (memperbaiki) jiwa-jiwa manusia. (Surat Ar-Ra’du: 11)

Maka prinsip perbaikan ekonomi, politik dan sosial adalah mengikuti perbaikan jiwa manusia-manusianya, bukan sebaliknya.

25. Sistem ini bertentangan dengan nash-nash yang qath’i yang mengharamkan menyerupai orang-orang kafir baik dalam akhlaq, gaya hidup, tradisi ataupun sistem dan perundang-undangan mereka.





26.Dan yang sangat membahayakan, sistem demokrasi dan pemilu dapat mengestablishkan (mengukuhkan posisi) orang-orang kafir dan munafiq untuk memegang kendali kekuasaan atas kaum muslimin –dengan cara yang syar’i– menurut perkiraan sebagian orang-orang yang jahil. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman: (Surat Al-Baqarah: 124), (Surat An-Nisaa’: 141)

Berapa banyak orang-orang muslim yang awam tertipu dengan sistem seperti ini sehingga mereka mengira bahwa pemilu adalah cara yang syar’i untuk memilih seorang pemimpin!!





27. Demokrasi mengaburkan dan meruntuhkan pengertian syura yang benar.

28. Terjun ke dalam kancah demokrasi akan dihadapkan pada perkara-perkara kufur dan menghujat syariat Allah, mengolok-oloknya dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk menegakkannya, karena setiap kali dijelaskan kepada mereka bahwa hukum yang mereka buat bertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan mencemooh syariat Islam yang bertentangan dengan undang-undang mereka dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk memperjuangkannya. Maka menutup erat-erat pintu yang menuju ke sana dalam hal ini sangat diperlukan. Allah Ta’ala berfirman: (Surat Al-A’la: 9) , (Surat Al-An’am: 108)





29. Masuk ke dalam kancah demokrasi dapat menyingkap data-data tentang harakah Islamiyah dan sejauh mana peran dan pengaruhnya terhadap rakyat yang pada gilirannya harakah tersebut akan dihabisi dan dimusnahkan sampai ke markasnya. Maka jelas hal ini sangat merugikan dan membahayakan sekali.





30. Demokrasi akan membuat harakah Islamiyah dikendalikan oleh orang-orang yang tidak kufu’ (yang tidak memiliki pengetahunan dan pemahaman tentang Dien yang cukup), karena yang menjadi pemimpin harus sesuai dengan hasil partai dalam sistem kerja maupun pelaksanaan programnya harus sesuai dengan asas pemilu.





31. Dari hasil kajian dan pemantauan langsung di lapangan telah terbukti gagal dan tidak ada manfaatnya sistem ini, di mana banyak para aktivis dakwah di pelbagai negara seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Yordania, Yaman, dan lain-lain yang telah ikut berperan dalam pentas demokrasi ini, namun hasilnya sama-sama telah diketahui “hanya sekedar mimpi dan fatamorgana” sampai kapan kita masih akan tertipu?





32. Orang yang mau memperhatikan dan mencermati akan tahu bahwa sistem demokrasi akan menyimpangkan alur shahwah Islamiyah (kebangkitan Islam) dari garis perjalanannya, melalaikan akan tujuan dasarnya dan juga akan menjurus kepada perubahan total yang mendasar dan menyeluruh, yang hanya bertumpu pada prediksi dan khayalan belaka.

33. (Diberlakukannya sistem demokrasi) berarti menafikan peran ulama dan menghilangkan kedudukan mereka di mata masyarakat padahal merekalah yang memiliki ilmu dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, karena mereka sudah tidak lagi ditaati dan dijadikan sebagai pemimpin lantaran kebijaksanaan hukum berada di tangan mayoritas.





34. Sistem demokrasi memupuskan minat dan semangat untuk mendalami ilmu syar’i dan tafaqquh fi’d-dien dan menyibukkan manusia dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.

35. Sistem demokrasi menyebabkan terhentinya ijtihad, karena tidak ada istilah mujtahid dan muqollid dalam barometer demokrasi, semuanya adalah mujtahid tanpa perlu memiliki perangkat ijtihad atau melihat kepada dalil-dalil syar’i.





36. Sistem ini dapat menyebabkan hancur dan binasanya harakah Islamiyah, karena sering kali harakah-harakah ini bertikai dan berkonfrontasi dengan orang-orang yang menyelisihi mereka tanpa mempunyai kemampuan dan persiapan untuk menghadapi musuh.





37. Menurut sebagian aktivis dakwah, tujuan mereka masuk ke dalam sistem ini adalah untuk menegakkan hukum Allah. Padahal mereka tidak akan mewujudkannya kecuali dengan mengakui bahwa rakyat adalah sebagai penentu dan pembuat hukum, ini berarti ia telah menghancurkan tujuan (yang ingin dicapainya) dengan sarana yang dipergunakannya.





38. Demokrasi adalah sebuah sistem yang menipu rakyat pada hari ini, dengan propagandanya hukum berada di tangan rakyat dan rakyatlah sebagai pemegang keputusan, padahal pada hakekatnya tidaklah demikian.





39. Demokrasi menyita dan menghabiskan waktu dan tenaga para ulama dan aktivis dakwah, dan membuat mereka lalai dari membina umat dan dari berkonsentrasi untuk mengajarkan dienul Islam kepada manusia.





40. Dalam sistem demokrasi kekuasaan dibatasi sampai pada masa tertentu, jika masanya telah berakhir maka ia harus turun untuk digantikan dengan yang lainnya., kalau tidak maka akan terjadi pertikaian dan peperangan, padahal bisa jadi sebenarnya dialah yang paling berhak (karena memiliki kemampuan dan kecakapan yang memenuhi persyaratan sebagai seorang pemimpin) namun karena masa jabatannya telah habis ia diganti oleh orang lain yang tidak memiliki kemampuan seperti dirinya. Maka hal ini akan membuka pintu fitnah dan sikap membelot dari penguasa yang sah, padahal telah diketahui bahwa keluar (membelot) dari penguasa itu tidak boleh kecuali jika penguasa tersebut terlihat melakukan kekafiran yang nyata dan pembelotannya dapat mewujudkan kemaslahatan yang berarti serta memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.





41. Dewan-dewan perwakilan adalah dewan-dewan thaghut yang tidak dapat dipercaya untuk mengakui bahwa pemilik dan penentu hukum secara mutlaq adalah Allah, maka tidak boleh duduk bersama mereka di bawah payung demokrasi, karena Allah Ta’ala telah berfirman: (Surat An-Nisaa’: 140) , (Surat Al-An’am: 68)





42. Demokrasi pada hakekatnya menikam (menghujat) Allah serta melecehkan hikmah dan syariat-Nya.





43. Di bawah naungan sistem demokrasi berbagai bid’ah dan kesesatan dengan berbagai macam pola tumbuh subur dan orang-orang yang menyerukannya dari berbagai thoriqot dan firqoh seperti Syiah, Rafidlah, Sufiah, Mu’tazilah, Kebatinan, dan lain-lainnya pun bermunculan. Bahkan di bawah naungan sistem ini mereka mendapatkan dukungan dan dorongan dari orang-orang munafik yang berada di dalamnya dan juga dari kekuatan-kekuatan yang terselubung dari pihak luar. Dan Allah tetap memiliki urusan terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya.





44. Sebaliknya bertubi-tubi tuduhan dan dakwaan yang ditujukan kepada para aktivis dakwah dengan menjelekkan citra mereka di mata masyarakat umum sehingga mereka dijuluki sebagai pencari kedudukan, harta dan jabatan, dan mereka juga dijuluki sebagai penjilat dan masih banyak lagi julukan-julukan dusta lainnya sebagai akibat diberlakukannya asas bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat serta menghujat harga diri orang lain.





45. Orang yang berada di dalam sistem ini dipaksa untuk bergabung dalam satu barisan bersama partai-partai murtad dan zindiq dalam mempertahankan prinsip-prinsip jahiliyah seperti deklarasi-deklarasi internasional, kebebasan pers, kebebasan berpikir, kebebasan etnis Arab,





46. Sistem ini akan mengakibatkan hancurnya perekonomian dan disia-siakannya harta rakyat, karena anggaran belanja negara akan dialokasikan oleh partai-partai berkuasa demi memenuhi ambisi mereka dengan membangun gedung-gedung dan menjalankan kampanye pemilihan umum sesuai dengan yang mereka rencanakan dan agar partai-partai tersebut dapat mewujudkan pembelian dukungan (penggalangan dan pengumpulan massa) dengan iming-iming materi yang menggiurkan.





47. Sistem ini memadukan antara haq dan bathil, jahiliyah dan Islam, serta antara ilmu dan kebodohan.





48. Demokrasi mencabik-cabik jati diri umat Islam dan menjatuhkan kewibawaan mereka melalui penghujatan atas syari’at dan tuduhan bahwa syari’at tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman, juga melalui pengebirian sejarah dan hukum Islam dan mengilustrasikan bahwa Islam itu diktator tidak seperti demokrasi. Di samping itu demokrasi berarti meleburkan umat Islam secara membabi buta ke dalam satu wadah bersama orang-orang barat dari golongan Yahudi dan Nasrani yang memendam dendam kesumat kepada umat Islam.





49. Sistem ini akan membuat labilnya keamanan suatu negeri dan terjadinya persaingan antar partai yang tidak berujung pangkal, maka manakala sistem ini diterapkan di suatu negara, niscaya akan tersebar rasa takut, cemas, persaingan antar penganut aqidah, aliran, fanatisme golongan dan keturunan, sikap oportunis dan bentuk-bentuk persaingan tidak sehat lainnya.





50. Kalaupun ada kemaslahatan yang dapat dipetik dari berkiprah dalam demokrasi dan pemilihan umum, kemaslahatan ini masih bersifat parsial dan masih samar jika dibandingkan dengan sebagian kerusakan besar yang ditimbulkannya apalagi jika dibandingkan dengan keseluruhannya. Dan orang yang mengamati secara obyektif atas sebagian yang telah disebutkan akan menjadi jelas baginya ketimpangan sistem thoghut ini dan jauhnya dari dienullah bahkan sesungguhnya demokrasi adalah aliran dan sistem yang paling berbahaya yang dipraktekkan di dunia saat ini, ia merupakan induk kekafiran, dimana memungkinkan setiap aliran dan agama baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Budha, Hindu dan Islam untuk hidup di bawah naungannya. Dalam barometer demokrasi semua pendapat mereka dihargai dan didengar, mereka berhak untuk mempraktekkan dan mengamalkan aqidah mereka dengan seluruh sarana dan fasilitas yang ada. Cukuplah hal ini sebagai tanda zindiq dan keluar dari dien Islam, maka bagaimana mungkin setelah ini dikatakan sesungguhnya demokrasi itu sesuai dengan Islam atau Islam itu adalah sistem demokrasi atau demokrasi itu adalah syura sebagaimana dikatakan oleh sejumlah orang yang menggembar-gemborkan sistem ini sebagai sistem Islam.



Akhirnya kami mengharap dari setiap saudara yang berambisi untuk memperjuangkan Dienullah untuk benar-benar mencermati serta mengkaji kembali kerusakan-kerusakan ini, dan melihat kepadanya secara obyektif jauh dari fanatik individu, badan, atau institusi tertentu karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti dan hikmah merupakan barang orang mu’min yang hilang dimanapun ia mendapatkannya maka ia berhak atasnya. Kami memohon kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang agung agar menyatukan hati-hati kaum muslimin di atas ketaatan kepada-Nya dan menyatukan barisan mereka di atas Al-Haq dan ittiba’ (mengikuti tuntunan dan garis perjuangan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam). Karena Dialah Yang Maha Kuasa atas hal tersebut. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada penutup para Nabi dan Rasul Nabi kita Muhammad, segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang meniti jejaknya dan mengikuti sunnahnya sampai hari kiamat.
Read more >>

Ilusi Demokrasi nan Disembah-Puja

Ilusi pertama:



Suara Mayoritas adalah Suara Tuhan
(Voux Populi Voux Dei)


Inilah janji manis dari genta demokrasi, bahwa rakyat berhak memutuskan segenap keinginannya, dan negara tidak berhak mencampurinya. Namun tidaklah memungkinkan semua rakyat berbicara, maka dibentuklah perwakilan (melalui DPR). Ah, ada-ada saja.


Fakta berbicara:



Apakah benar bahwa rakyatlah yang menentukan?
Kita ambil sampel kecil saja. Kenaikan BBM, Undang-Undang Migas, UUD SDA, BHP, dlsb, apakah rakyat yang menentukan? Apakah mereka menyetujui kenaikan BBM? Apakah rakyat setuju SDA dikeruk orang asing?


Ternyata SEMUA KEPUTUSAN ADA DITANGAN ELIT PENGUASA YANG BERKEPENTINGAN MENGAMBIL UNTUNG DARI TERJUALNYA, SDA, ASET dlsb.


Apakah syariat Islam bisa disodorkan lewat demokrasi? Cobalah kita merenung dari kasus di atas.


Ilusi Kedua:


Agama Tak Turut Campur Dalam Pemerintahan


Inilah fakta yang harus dicermati oleh umat Islam. Suatu saat kami melihat tayangan headline spot di TV One, bahwa Menag mengimbau semua partai yang sedang berkampanye untuk: TIDAK MEMBAWA-BAWA AGAMA DALAM KAMPANYAE POLITIK. Padahal MUI secara nyata IKUT BEKECIMPUNG DI PANGGUNG POLITIK. Inilah ujud asli demokrasi yang tidak KONSISTEN.


Fakta berbicara:


Ketika rakyat sudah capek memilih (tidak mengikuti pemilu dengan GOLPUT) lantaran mereka berpikir, bahwa berkali-kali mengikuti ajang Pemilu hasilnya TIDAK MEMBAWA PERUBAHAN YANG BERARTI. Namun, anehnya MUI dalam sidang IJTIMA’ mengeluarkan fatwanya menakut-nakuti rakyat dengan FATWA HARAMNYA. Seolah-olah rakyat yang tidak mengikuti pemilu (GOLPUT) mereka semua bak memakan daging babi. Padahal mencoblos atau tidak itu adalah hak dari rakyat. Lantas kalau ada paksaan untuk MENCOBLOS apakah layak ihwal ini disebut MEMILIH? Lebih tepat kalau dinamakan INTERVENSI (MEMAKSA) UNTUK MENCOBLOS.


Lantas apa hak MUI ikut cawe-cawe mencebur ke kancah demokrasi? Padahal ada kaidah ‘teologi demokrasi’ bahwa agama tidak berhak mencampuri urusan negara (sekulerisme), dan yang lebih ironis lagi tahun 2005 yang lalu MUI sendiri (JERUK MAKAN JERUK) telah memfatwakan haramnya SIPILIS (demokrasi terlingkup dalam SIPILIS=SEKULERISME-PLURALISME-LIBERALISME).


Lantas mana adagium “Rakyat mempunyai otoritas kedaulatan dengan pepatah ‘SUARA MAYORITAS ADALAH SUARA TUHAN’”


Contoh mutakhir: Kasus Syekh Puji. Apakah hukum formal bisa dan selayaknya menjerat seseorang ketika seseorang itu secara dalil syara’ tetap sah pernikahannya, terlepas dari kontroversi dan sikap berlebihan Syekh Puji sendiri. Padahal dalam demokrasi kita sudah tahu, bahwa pemerintah tidak berhak mencampuri hak individu dalam menjalankan syariat agamanya.


Ilusi Ketiga:


Demokrasi Mensejahterakan dan Mengadilkan


Inilah fatwa demokrasi yang didengung-dengungkan para pengemban demokrasi, bahwa dengan demokrasi rakyat akan adil dan sentosa.


Fakta berbicara:


63 tahun semenjak Indonesia merdeka, bukan kesejahteraan yang didapatkan, namun kemiskinan dan jerat hutang yang memayungi negeri. Almarhum Prof. Mubyarto pernah berkata: “Ekonomi sekarang lebih parah daripada kondisi ekonomi pascapenjajahan.”


Kita lihat, angka kemiskinan melonjak tajam. Jembel-jembel bak lukisan alam yang tak terbantahkan.


ORANG MISKIN DIHARAMKAN KE RUMAH SAKIT. Contoh mutakhir, seorang bayi di RSCM Jakarta tertahan selama 2 bulan di RS, lantaran kedua orang tuanya tidak mampu membayar fee perawatan kepada RS sebesar 30 juta rupiah. Sungguh ironi menyayat hati!


Padahal dalam Islam, KESEHATAN ADALAH WAJIB GRATIS!. Penguasa mesti memberi layanan kesehatan gratis tanpa memandang status.


Fakta selanjutnya, pendidikan tidak terjangkau untuk semua kalangan. Dengan disahkannya UU BHP, maka RAKYAT KECIL HARAM BERSEKOLAH. Bayangkan untuk bisa masuk ke fakultas kedokteran UGM saja harus membayar ratusan juta rupiah. Jadi slogan PENDIDIKAN UNTUK SEMUA hanyalah isapan jempol belaka.




Ilusi Keempat :


Demokrasi Satu-satunya Sistem


Sesungguhnya dalam demokrasi ada kesamaan hak, terlindungnya hukum si miskin.


Fakta berbicara:


Inilah suara kelaliman yang nyata! Sesungguhnya demokrasi modern adalah ciptaan Yahudi (lihat protokol Zionisme, hal 83. Suplemen buku THE INTERNATIONAL JEW, oleh Henry Ford, penerbit Hikmah, Jakarta,2006).


Inilah sistem yang dicangkokkan oleh Yahudi untuk memporakporandakan kesatuan kaum Muslimin (dengan meruntuhkan ke-Khilafahan Utsmaniyah di Turki) melalui gerakan freemansory. Dari gerakan bawah tanah inilah lantas kaum muslimin dipecah-belah hingga berpuluh-puluh bagian (paham nasionalisme) inilah kelicikan Yahudi! Sayangnya hingga kini umat Muslim belum menyadari kesalahannya (masih tersakauw demokrasi CIPTAAN YAHUDI). Dari satu negara (Khilafah Utsmaniyah) hingga kita kini mengenal negara Arab Saudi, Mesir, Yordan, Yaman, Palestina. Siapa dalangnya??? Lagi-lagi mau tidak mau jari telunjuk kita mengarah ke YAHUDI. Dari demokrasi inilah YAHUDI berhasil mecaplok PALESTINA lewat campur tangan PBB (lembaga think-tank Yahudi).




Ilusi Kelima :


Ilusi Tokoh Fiktif Demokrasi


Mereka berbincang tentang kepemimpinan. Dan citra baik dari personal appearance sosok tokoh.


Fakta berbicara:


Mereka membohongi rakyat, tentang arti kepemimpinan sesungguhya. Mereka berlindung di balik 'TOKOH FIKTIF yang mereka cipta dan reka. Bak tokoh utama sebuah novel atau film. Semuanya hanya bualan, fiksi dan rekayasa. Agar mereka bisa meraih kekuasaan seperti apa yang mereka mau. Mereka dengan dana kapitalis yang luarbiasa mendanai kampanye IKLAN, baik di TV, Baliho, Surat kabar, spanduk dan menyembunyikan nafsu hewaniah untuk menangguk untung dari demokrasi. Bahkan di kota Cirebon dan Yogyakarta ada fenomena yang memiriskan, banyak caleg akhwat yang mengenakan kerudung besar dipajang fotonya di pinggir-pinggir jalan bak model fotogenik dengan plus senyumannya, kami tidak tahu bagaimana iffah (kesucian diri) dan muru'ah (kehormatan diri) bisa dipajang disembarang tempat. Wallaahu a'lam




Ilusi Keenam :


Demokrasi Berbiaya Murah


inilah dusta-dusta yang mereka beberkan ke masyarakat yang awam.


Fakta berbicara:



Tiap lima tahun sekali KENDURI DEMOKRASI digelar, tiap lima tahun pula dana puluhan triliun dihamburkan (pemilu), belum lagi untuk uang PILKADA.
Semua tokoh berganti... namun kesejahteraan bak raihan mimpi.


FAKTA KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM:


Kepemimpinan Islam sebagai pembanding:


bayangkan! Jika seorang presiden tidak digaji, gubernur tidak digaji. (lihat kitab, Mafahim Hizb, Syekh Taqiyuddin an Nabhani) apakah kira-kira ada orang yang mau menjadi presiden, wakil presiden, ketua MPR/DPR, anggota DPR/MPR, atau gubernur???


Dalam Islam, seorang khalifah dipilih untuk menjalankan aturan syariat, bukan aturan hukum kufur.


Ia hanya diberi tunjangan (secukupnya) agar hidupnya tercukupi. Beda dengan presiden sekarang yang gajinya ratusan juta per bulan. atau gaji anggota dewan yang per bulannya meraih gaji puluhan juta rupiah.


Kami tantang!! siapa YANG MAU JADI PRESIDEN dan WAKIL PRESIDEN, KETUA MPR/DPR, ANGGOTA DPR/MPR, dan Gubernur yang TIDAK DIGAJI.


Kami yakin seratus persen... semua kandidat CAPRES bakal lari ngibrit, lintang pukang.



Ilusi Ketujuh :
Islam bisa diperjuangkan lewat demokrasi.


Mereka berdalih memilih dharar (bahaya) yang lebih ringan dari dua bahaya daripada Islam masuk ke jurang bahaya jika tidak ada beberapa umat Islam berdakwah lewat parlemen.


Fakta berbicara:


Islam tidak pernah mengajarkan, bahwa untuk MERUBAH SESUATU LANTAS KITA MENCEBUR KEDALAM SESUATU ITU (demokrasi). Inilah dalil yang tidak bersandar kepada Alquran dan Sunah. Bahkan jumhur imam fikih yang masyhur tidak pernah menggunakan dalil maslahat (ISTIHSAN) dalam menggali hukum (ISTINBATH).


Nabi saw. (teladan mulia kita) tidak pernah masuk ke sistem kufur (Quraisy jahili) tetapi ia merubah dari luar sistem kufur itu.


Apakah dalil ketika Nabi Yusuf alaihissalam ketika menjadi menteri keuangan di kerajaan Mesir bisa menjadi dalil untuk umat Islam untuk mencebur ke kancah demokrasi?


Tentu jawabannya tidak bisa. Syariat Nabi Yusuf alaihissalam adalah hanya diperuntukkan untuk kaumnya saja. Kita sebagai umat Muhammad saw. harus menggunakan Alquran dan Sunah Nabi saw., baik qauli (perkataan), taqrir (keberdiaman Nabi) maupun fi'li (perbuatan).



Dalilnya adalah: ketika Umar ibn Khaththab memegang kitab TAURAT, maka muka Nabi saw. Langsung memerah dan bersabda dengan makna begini:
“Andai Musa as. Ada di zamanku, maka ia pasti akan mengikuti jalanku (sunahku).”



Jadi, masihkah memuja ilusi DEMOKRASI?
Masihkah kita berharap pada BERHALA demokrasi-Yahudi?



Allaahu a'lam bi ashowaab.
Read more >>

Menggugat Hukum Jahiliyyah Tafsir Q.S. Al-Maidah: 50

Apa hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? [QS Al-Maidah: 50]



Sabab Nuzul

Diriwayatkan Ibnu ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu hatim dan al-baihaqi dalam ad-Dalaail yan bersumber dari Ibnu Abbas:



Kaab bin Usaid, Abdullah bin Suraya dan Syasy bin Qais berkata, "Pergilah kalian bersama kami menghadap Muhammad, mudah-mudahan kita dapat memalingkan dari agamanya." Sesampai di tempat Nabi Saw. mereka berkata, "ya Muhammad, sesungguhnya engkau mengetahui bahwa kami adalah pendeta-pendeta yahudi, orang-orang terhormat, dan pemimpin-pemimpin mereka. Jika kami mengikutimu, niscaya orang-orang yahudi mengikuti kami dan mereka tidak menyalahi kehendak kami. Antara kami dan mereka ada perselisihan dan kami mengajak mereka untuk memutuskan perkara kepada engkau. Karena itu, berilah keputusan yang memenangkan kami atas mereka dalam perkara ini, lalu kami akan beriman kepadamu dan membenarkanmu." nabi Saw. menolak keinginan mereka. Lalu turunlah QS al-Maidah ayat 49 - 50. [1]





Keterkaitan dengan Ayat sebelumnya



Konteks ayat ini masih terkait erat dengan ayat-ayat sebelumnya. Dalam ayat-ayat sebelumnya, Allah Swt. memerintahkan kepada setiap kaum untuk memutuskan perkara dengan hukum yang telah diturunkan-Nya. bani Israil diperintahkan berhukum dengan Taurat. Dalam ayat 44, disebutkan: yahkumu bihaa al-nabiyyuun al-laziina aslamuu li-ladziina haaduu wa al-rabbaniyyuun wa al-akhbaar (dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, orang-orang alim mereka, dan pendeta-pendeta mereka). Bani Israil, setelah diutusnya Nabi Isa as., diperintahkan berhukum dengan Injil. Dalam ayat 47 dinyatakan: walyahkum ahl al-Injiil bimaa anzalaLlaah (hendaklah pengikut injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya).



Seruan yang sama juga ditujukan kepada RasuluLlah Saw. dan umtnya. Merekadiperintahkan memutuskan perkara dengan al-Quran. Sebagai kitab pamungkas, al-Quran ditetapkan sebagai pembenar (mushaddiq[an]) dan muhaymiin[an] 'alayh (batu ujian atau penghapus berlakunya) kitab-kitab sebelumnya (QS al-Maidah: 48). Dengan demikian, sejak al-Quran diturunkan, seluruh manusia wajib berhukum kepadanya,[2] termasuk kaum yang menjadi pengikut nabi-nabi sebelumnya.[3] Hal ini disebabkan karena syariat nabi Muhammad saw. telah menghapus syariat nabi sebelumnya.[4] Dalam ayat 48 Allah Swt. berfirman: fahkum baynahum bimaa anzalaLlaah (hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan). Jika dirunut ke belakang, dhamir hum (kata ganti mereka) dalam ayat ini merujjuk kepada kaum Yahudi.[5]



Perintah memutuskan perkara dengan hukum Allah itu sampai derajat wajib. dalam ayat-ayat tersebut cukup banyak qarinah/indikator yang menunjukkannya. Di antaranya adalah celaan yang amat keras terhadap orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan-Nya. Mereka disebut kaafiruun (ayat 44), dzaalimuun (ayat 45) dan faasiquun (ayat 47). Tindakan berpaling dari hukum Allah Swt mendapatkan sanksi di dunia[6] berupa ditimpa musibah.



Ayat ini (QS Al-Maidah: 50) juga menjadi qarinah berikutnya. Allah Swt. mencela orang yang menolak untuk mengikuti hukum Alla Swt. dengan menyebut orang yang mencari hukum jahiliyyah. Padahal, tidak satu pun hukum yang dapat mengungguli, menandingi atau bahkan menyamai hukum-Nya.





Tafsir Ayat



Allah Swt. berfirman: afahukm al-jaahiliyyah yabghuun (apa hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki?). Kalimat istifham dalam ayat ini bermakna li al-inkaar wa tawbiikh (pengingkaran dan celaan).[7]



Menurut Mujahid,[8] Qatadah,[9] dan beberapa mufassir lainnya, yang menjadi sasaran celaan ayat ini adalah Yahudi.[10] Apabila dikaitkan dengan ayat sebelumnya beserta sabab nuzul-nya maka pendapat tersebut memang tepat. Celaan terhadap kaum yahudi makin menemukan relevansinya mengingat mereka adalah ahlul kitab, yang penentuan halal dan haramnya berasal dari Allah, namunmereka justru berpaling dari hukum-Nya dan lebih memilih hukum jahiliyyah. Padahal, hukum Jahiliyyah itu hanya sekedar memperturutkan hawa nafsu yang mementingkan dan memenangkan kalangan elit mereka. Oleh karena itu, ungkapan ayat ini dinilai sebagai celaan paling keras terhadap mereka.[11]



Kendati demikian, cakupan ayat ini tidak bisa dibatasi hanya untuk kaum Yahudi. Sebab, sebagaimana dinyatakan al-Hasan, ayat ini bersifat umum sehingga berlaku untuk semua orang yang mencari hukum selain hukum Allah Swt.[12]



Pendapat Ibnu Katsir sejalan dengan pendapat tersebut. Menurutnya, dalam ayat ini Allah Swt. mengingkari setiap orang yang keluar dari hukum-Nya yang muhkam, yang mencakup seluruh kebaikan, melarang semua keburukan, dan berpaling dari semua pendapat, kesenangan, dan istilah selainnya yang dibuat oleh seseorang tanpa sandaran syariat-Nya sebagaimana dilakukan kaum jahiliyyah yang hukumnya didasarkan atas kesesatan dan kebodohan. [13]



kata al-jaahiliyyah berasal dari kata al-jahl yang berarti bodoh atau dhid al-'ilmu (lawan dari mengetahui). Akan tetapi, kata tersebut dapat ditransformasikan maknanya sehingga memiliki makna baru yang berbeda dengan makna etimologinya. menurut al-Baidhawi, yang dimaksud al-jaahiliyyah adalah agama jahiliyyah yang memperturutkan hawa nafsu.[14] Kesimpulan tersebut didasarkan pada frasa berikutnya.



Allah Swt. berfirman: waman ahsan minallaah hukm[an] liqawm[in] yuuqinuun hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?).



Jika dalam frasa sebelumnya disebut hukm al-jaahiliyyah maka dalam frasa ini dikomparasikan dengan hukmuLlaah (hukum Allah). Berdasarkan ayat ini, as-Sudi mengklasifikasikan hukum hanya menjadi dua, yaitu hukum Allah dan hukum jahiliyyah.[15] Al-Hasan juga membagi hukum menjadi dua: Pertama: hukum yang didasarkan ilmu, yakni hukum Allah. Kedua: hukum yang didasarkan pada kebodohan, yakni hukum syetan.[16] Selanjutny al-Hasan mengatakan, "Brangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah maka itulah hukum jahiliyah."[17]



Al-Baqai juga menyatakan, "Barangsiapa yang berpaling dari hukum Allah niscaya dia menerima hukum setan yang semata-mata hawa nafsu yang merupakan agama orang jahil yang tidak memiliki kitab, pemberi petunjuk dan syariah."[18]



Sayyid Quthb memberi gambaran lebih gamblang mengenai hukum jahiliyah. Dalam tafsirnya, Fii Zhilaal al-Quraan, dipaparkan: "Sesungguhnya makna jahiliyyah itu didefinisikan oleh nash ini. Jahiliyyah -sebagaimana digambarkan Allah dan didefinisikan al-Quran- adalah hukum manusia untuk manusia. Sebab, jahiliyyah merupakan bentuk penyembahan manusia terhadap manusia lainnya,keluar dari penghambaan Allah, menolak ketuhanan Allah dan memberikan pengakuan -lawan dari penolakan- terhadap ketuhanan sebagian manusia dan penghambaan terhadap mereka selain Allah"[19]



Bertolak dari paparan para mufassir tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukum jahiliyyah adalah semua hukum yang tidak berasal dari Allah Swt. kaum beriman tidak selayaknya mengambil dan mengadopsi hukumjahiliyyah tersebut. Sebab, Allah Swt. telah memberikan hukum-Nya yang tidak bisa disamai dan ditandingi oleh hukum selainnya.



Kalimat tanya dalam frasa akhir ayat ini juga bermakna "li al-inkar".[20] Artinya: "Laa ahsana min hukmiLlaah 'inda ahl al-yaqiin" (tidak ada yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang yang yakin).[21] Dengan demikian, ayat ini memberikan makna bahwa sesungguhnya hukum Allah merupakan puncak kebaikan dan keadilan.[22]



Menurut al-Zujjaj, qawm[in] yuuqinuun adalah orang-orang yang yakin terhadap jelasnya keadilan Allah dalam hukum-Nya.[23] Pengertian lebih luas mereka adalah orang yang meyakini semua perkara yang wajib diimani.
Read more >>

Mengapa Indonesia Memilih Demokrasi !

Mengapa Indonesia memilih Demokrasi (sebagai sistem berbangsa dan bernegara) ? Demokrasi tampaknya telah terlanjur dijadikan idola oleh banyak orang. Demokrasi terlanjur menjadi kata-kata yang semua orang menganggap dirinya telah memahami. Seperti kata "globalisasi" dahulu. Sekarang ia telah tenggelam oleh slogan-slogan lain.





Menurut saya, Indonesia memilih Demokrasi sebagai sistemnya karena diarahkan. Demokrasi barat - oleh Amerika - dibuat seolah-olah adalah tanaman di pekarangan kita sendiri. Maksudnya, demokrasi dibuat seolah-olah cocok dan berasal dari Indonesia (dan negara dunia ke 3 lainnya). Padahal sudah jelas worldview barat yang diawali pemikiran positivistik dan sekuler Yunani-lah yang melahirkannya. Demokrasi tidak punya akar sama sekali dengan karakter asli Indonesia apalagi Islam.Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddiqy misalnya, dalam bukunya Ilmu Kenegaraan menyatakan, Fiqh Islam mengkritik sistem demokrasi dalam berbagai seginya, dan merupakan kesalahan fatal menganggap Islam itu serupa dengan demokrasi.





Pertama, demokrasi modern saat ini terlalu meletakkan faktor kebangsaan, geografis, dan ras sebagai pengikat antar manusia, atau dalam praktek menekankan citizenship. Tak jarang itu menimbulkan sikap fanatik bangsa. Dan itu jelas berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, aqidahlah tali pengikat utama antar muslim, di manapun ia berada, sebab Rasul diutus untuk semua manusia.





Kedua, tujuan demokrasi -baik kapitalis maupun sosialis- semata-mata bertumpu pada faktor materi. Keagungan bangsa, kemajuan ekonomi, peralatan pertahanan, menjadi tujuan utama dan satu-satunya. Itu jelas berbeda dengan Islam, di mana kebahagiaan dunia dan akhiratlah tujuan utamanya. Ibnu Khaldun (700H) pernah menulis: „Imamah itu adalah untuk mewujudkan kemaslahatan akhirat dan kemaslahatan dunia yang kembali kepada kemaslahatan akhirat. Sebab, segala kemaslahatan dunia dalam pandangan Islam harus diserasikan dengan kemaslahatan akhirat“.







Ketiga, demokrasi terlalu memberikan kekuasaan mutlak kepada rakyat. Rakyat berhak membuat undang-undang, apapun bentuknya. Asumsi demokrasi: suara rakyat itu pasti benar, lebih benar dari suara Tuhan, sebab salah satu fondasi demokrasi adalah sekularisasi (pemisahan persoalan rakyat dari persoalan agama). Padahal tak jarang, suara rakyat mayoritas bertentangan dengan prinsip kebenaran (seperti kasus UU anti minuman keras atau anti merokok di beberapa negara bagian USA, yang gagal dalam referendum).







REALITAS

Benarkah demokrasi pasti mencerminkan kehendak rakyat? Terlalu tergesa-gesa untuk membenarkannya. Faktanya, itu tidak mungkin terjadi. Sistem apapun di dunia ini tidak mungkin menciptakan rakyat sebagai pengatur, sebab praktek hukum adalah kegiatan pengambilan keputusan, yang dengan sendirinya bersifat individual, tidak mungkin kolektif, apalagi melibatkan semua rakyat. Barangkali peran rakyat tak lebih sekedar mengemukakan pendapat, itupun jika diperlukan, dalam hal yang menyangkut sebagian dari mereka.





Di Athena kuno, kota kelahiran demokrasi, tidak seluruh rakyat memerintah. Yang punya hak menganjurkan undang-undang hanyalah sekitar 20 tokoh, sementara rakyat hanya mampu menyuarakan setuju atau tidak - ini pun tidak semua rakyat, karena budak, wanita dan orang asing tidak punya hak suara.
Read more >>

Benang Merah Pancasila dan Zionisme dalam Talmud Yahudi

Oleh: Irfan S Awwas

Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin



FENOMENA munculnya komunitas Yahudi secara terbuka di Indonesia menarik dicermati, setidaknya karena dua alasan. Pertama, selain belum memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, secara konstitusional Indonesia belum mengakui eksistensi negara Israel yang masih menjajah negara Palestina.



Kedua, merebaknya isu Negara Islam Indonesia (NII) KW 9, yang diklaim sebagai akibat ditinggalkannya ideologi Pancasila, yang ditengarai sejumlah pihak telah mengalami keropos dan ditinggalkan rakyat.



Kenyataan ini mendorong munculnya wacana 4 pilar kebangsaan. Yaitu NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Lalu, apa relevansinya mengaitkan kitab suci Yahudi, NII dan semangat kembali ke Pancasila? Tulisan berikut ini akan mengurai, adakah benang merah Pancasila dan Zionisme dalam Talmud Yahudi.



Pancasila dalam Talmud

Selama ini, Pancasila diyakini sebagai made in Indonesia asli, produk pemikiran yang digali dari rahim bumi pertiwi. Kemudian, berhasil dirumuskan sebagai ideologi dan falsafah bangsa oleh Bung Karno, hingga menjadi rumusan seperti yang kita kenal sekarang.



Sejauh mana klaim di atas memperoleh legitimasi historis serta validitas akademik? Adakah bangsa lain dan gerakan ideologi lain yang telah memiliki Pancasila sebelum Soekarno menyampaikan pidatonya di depan sidang BPUPKI, 1 Juni 1945?



....Pancasila bukanlah produk domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional....

Sebagai peletak dasar negara Pancasila, Bung Karno mengaku, dalam merumuskan ideologi kebangsaannya, banyak terpengaruh pemikiran dari luar. Di depan sidang BPUPKI, Bung Karno mendiskripsikan pengakuannya:



“Pada waktu saya berumur 16 tahun, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis bernama A. Baars, yang memberi pelajaran pada saya, ‘jangan berpaham kebangsaan, tapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia”.



pi pada tahun 1918, kata Bung Karno selanjutnya, alhamdulillah ada orang lain yang memperingatkan saya, yaitu Dr. Sun Yat Sen. Di dalam tulisannya San Min Chu I atau The Three People’s Principles, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan A. Baars itu. Sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan di hati saya oleh pengaruh buku tersebut.”

Pengakuan jujur Bung Karno ini membuktikan, sebenarnya Pancasila bukanlah produk domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional yang dikemas dalam format domestik.



Sebagai derivasi gerakan Zionisme internasional, freemasonry memiliki doktrin Khams Qanun yang diilhami Kitab Talmud. Yaitu, monoteisme (ketuhanan yang maha esa), nasionalisme (berbangsa, berbahasa, dan bertanah air satu Yahudi), humanisme (kemanusiaan yang adil dan beradab bagi Yahudi), demokrasi (dengan cahaya Talmud suara terbanyak adalah suara tuhan), dan sosialisme (keadilan sosial bagi setiap orang Yahudi). (Syer Talmud Qaballa XI:45).



Tokoh-tokoh pergerakan di Asia Tenggara juga merujuk pada Khams Qanun dalam merumuskan dasar dan ideologi negaranya. Misalnya, tokoh China Dr. Sun Yat Sen, seperti disebut Bung Karno, dasar dan ideologi negaranya dikenal dengan San Min Chu I, terdiri dari: Mintsu, Min Chuan, Min Sheng, nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme.



Asas Katipunan Filipina yang dirumuskan oleh Andreas Bonifacio, 1893, dengan sedikit penyesuaian terdiri dari : nasionalisme, demokrasi, ketuhanan, sosialisme, humanisme. Begitupun, Pridi Banoyong dari Thaeland, 1932, merumuskan dasar dan ideologi negaranya dengan prinsip: nasionalisme, demokrasi, sosialisme, dan religius.



Sedangkan Bung Karno, proklamator kemerdekaan Indonesia, pada mulanya merumuskan ideologi dan dasar negara Indonesia yang disebut Panca Sila terdiri dari: nasionalisme (kebangsaan), internationalisme (kemanusiaan), demokrasi (mufakat), sosialisme, dan ketuhanan.



Prinsip indoktrinasi Zionisme, memang cukup fleksibel. Dan fleksibilitasnya terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan pola pikir pimpinan politik di setiap negara.



Pertanyaannya, adakah kesamaan ideologi dari tokoh dan aktor politik di atas bersifat kebetulan, atau memang berasal dari sumber yang sama, tapi dimainkan oleh aktor-aktor politik yang berbeda?



Dalam kaidah mantiq, dikenal istilah tasalsul, yaitu rangkaian yang berkembang, mustahil kebetulan. Artinya, sesuatu yang berpengaruh pada yang sesudahnya, pastilah bukan kebetulan.

Rumusan Pancasila versi Bung Karno, memiliki kesamaan dengan doktrin zionisme yang dijiwai Talmud. Sehingga, klaim Pancasila sebagai produk domestik terbantahkan secara faktual.



Intervensi ideologi ini, berpengaruh besar terhadap perkembangan Indonesia pasca kemerdekaan. Di zaman demokrasi terpimpin, pengamalan Pancasila berwujud Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme). Sedang di zaman orde baru, praktik Pancasila berbentuk asas tunggal. Kedua model amaliah Pancasila itu, telah melahirkan ideologi politik traumatis.



Melestarikan Pancasila seperti diwariskan kedua rezim di atas, berarti melestarikan doktrin Yahudi, yang bertentangan dengan konstitusi negara. Dan tidak konsisten dengan semangat kemerdekaan. Muqadimah UUD 1945, menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.



Dalam kaitan ini, pemerintah bertanggungjawab merealisasikan dasar dan ideologi negara, selaras dengan muqadimah UUD ’45. Seperti tertuang dalam pasal 29 ayat 1, bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.



Prof. Hazairin, SH menafsirkan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah: pertama, di negara RI tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan agama. Kedua, negara RI wajib melaksanakan Syariat Islam bagi umat Islam, syariat Nasrani bagi umat Nasrani, dan seterusnya sepanjang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara. Ketiga, setiap pemeluk agama wajib menjalankan syariat agamanya secara pribadi. (Demokrasi Pancasila, 1975).



Oleh karena itu, hasrat membicarakan kembali Pancasila sekarang haruslah dalam semangat kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Tanpa intervensi ideologi asing, dan tanpa mendiskreditkan pihak lain dengan alasan antipancasila, anti NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan slogan lainnya. Setiap warganegara berhak ikut merumuskan dasar dan ideologi negara yang benar, tanpa intimidasi dari pihak manapun. [voa-islam.com]



(Catatan redaksi: Artikel ini pernah dimuat di majalah Gatra, 19 Mei 2011)
Read more >>

Kalimat BIJAK Yang Menyesatkan

” Baiklah anak-anak, bapak sudahi pelajaran kita hari ini. Jangan lupa belajar di rumah. Besok ada ulangan. Dan satu hal lagi pesan bapak TUNTUTLAH ILMU SAMPAI KE NEGRI CHINA “. Ucap pak seno kepada murid-muridnya sesaat sebelum bel pulang berbunyi.

” Siap pak guruuuuuuuuuuu “. Jawab murid-murid dengan kompaknya.

Keesokan harinya.

Pak seno : Kalian sudah siap ualangan ?

Murid-murid : Siap pak guruuuuuuuuu…..

Pak seno : Bagus…sekarang siapkan alat tulisnya ya !!

Setelah pak seno selesai membagikan semua kertas soal kepada murid murid, semua murid sudah mulai mengerjakan soal ulangan.

Suasana tampak hening, hanya dusmin yang tampak sibuk sendiri contek kanan dan kiri. Hal itu membuat pak seno ingin menegur muridnya yang kenthir itu.

Pak seno : Dusmin…jangan nyontek, kamu harus kerjain ulangannya hasil pemikiran sendiri.

Dusmin : Iya pak harusnya begitu. Tapi karena aku menuruti kata pepetah yang sering bapak bilang kepada aku dan teman-teman.

TUNTUTLAH ILMU SAMPAI KE NEGRI CINA. Di china itu pak, tempatnya barang tiruan alias orang china doyan nyontek bin njiplak. Jadi sebelum aku pergi menuntut ilmu ke china. Aku sudah harus belajar ngerjain ulangan dengan mencontek ala orang china.

Pak seno ( garuk-garuk kepala ) : Nih anak harusnya diapain ya ? Pantesan bulan kemaren ada yang nyulik langsung dibalikin lagi sama penculiknya.
Read more >>

Ketidak Adilan Membawa Bencana

Dosa bagi kebanyakan manusia adalah konsep abstrak yang menurut lisannya diimani. Namun sudah jamak jika seringkali diabaikannya bahkan diremehkannya, lantaran sebab sesungguhnya dosa itu tak sepenuhnya qolbunya menghaqqul yakini.

Pengabaian yang manusiawi, lantaran konsep dosa itu terlalu abstrak, dan lagi pula dampak dari hasil akibatnya barulah akan ditunainya di akherat yang rentang masanya masihlah kelak jauh di kemudian hari.

Salah satu diantaranya, yang berkaitan dengan konsep dosa, yang seringkali diremehkannya adalah dalam soal sumpah palsu atau kesaksian palsu, atau juga biasa disebut dengan perkataan zuur.

Padahal Rasulullah SAW dalam sabdanya pernah memperingatkan bahwa perkataan zuur (sumpah palsu/kesaksian palsu) termasuk perbuatan yang dikategorikan sebagai dosa besar.

“Sebesar-besarnya dosa adalah mempersekutukan Allah SWT (syirik), durhaka terhadap kedua orangtuanya, dan perkataan zuur (sumpah palsu/kesaksian palsu)”.
[HR. Imam Bukhari]

Memang sungguh benar sabda Rasulullah SAW, bahwasanya sumpah palsu atau kesaksian palsu adalah dosa besar. Mengingat jika kita tafakuri, maka akan terlihat betapa dahsyat dan betapa meluasnya dampak akibat penderitaan yang akan ditimbulkan oleh sumpah palsu atau kesaksian palsu tersebut bagi orang lain.

Akibat dari sumpah palsu atau kesaksian palsu tak hanya dapat membuat orang lain menjadi terjebloskan ke dalam penjara, bahkan juga menjungkirbalikkan kebenaran dimana rasa keadilan di masyarakat menjadi terhilangkan.

Kedahsyatannya akan menjadi bertambah-tambah hingga tiada terkira, jika sumpah palsu dan kesaksian palsu tersebut dipertemukan dengan suatu konspirasi dalam merekayasa hukum.

Berkait dengan rekayasa hukum dalam sebuah konspirasi yang menjungkirbalikkan kebenaran dan menciderai keadilan. Rasulullah SAW dalam sabdanya juga memperingatkan akan potensi bahayanya yang akan menimpa sebuah masyarakat lantaran rekayasa hukum itu.

Jika hukum dengan mudah direkayasa oleh orang-orang yang berada di institusi penegak hukum, maka sesungguhnya akan mendatangkan petaka dan bencana bagi masyarakatnya.

Bencana

Ibn Abbas meriwayatkan, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa jika ada tiga golongan manusia yang apabila ketiganya itu ada, maka akan membawa bencana. Yaitu ahli agama yang durhaka, dan pemimpin atau pejabat pemerintah yang aniaya, serta para ahli hukum yang bodoh.

Ahli hukum yang bodoh adalah penegak hukum dalam menetapkan hukum bukan berdasarkan rasa keadilan, termasuk juga malahan ikut merekayasa hukum dan membiarkan terjadinya sumpah palsu atau kesaksian palsu.

Pemimpin yang aniaya adalah penguasa yang menjadikan kedudukannya hanya untuk kepentingan duniawi, termasuk pemimpin yang lantaran kepentingan duniawinya lalu sengaja membiarkan kebenaran dijungkirbalikkan dan keadilan dicederai sedangkan dirinya mempunyai kekuasaan untuk meluruskannya.

Ahli agama yang durhaka adalah alim ulama yang menjadikan agama sebagai alat kepentingan duniawi, termasuk memberikan dukungan dalil-dalil agama sebagai pembenar bagi para ahli hukum yang bodoh dan penguasa yang aniya.

Berkait dengan tiga golongan itu, jika merujuk kepada hadits diatas yang menyebutkan jika ada tiga golongan manusia yang apabila ketiganya itu ada, maka akan membawa bencana.

Berkait dengan itu, perlulah kita ingat bahwa Allah SWT berfirman :

…Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya…
[QS. An-Anfal : 8 : 25].

Maka, jika sumpah palsu dan kesaksian palsu sudah merajalela, dimana para ahli hukum yang bodoh dan penguasa yang aniaya serta ahli agama yang durhaka sudah pula berkonsiprasi merekayasa hukum sehingga keadilan terciderai dan membiarkan terjadinya rekayasa hukum dimana orang-orang tak bersalah dijebloskan kedalam penjara, itu sama halnya dengan masyarakatnya harus bersiap menyongsong datangnya petaka dan bencana.

Wallahualambishshawab.
Read more >>